Skandal CSD dan Washing Plant PT Timah, Tersangka Kedua Direktur Operasional Langsung Ditahan

by -51 views

BANGKA BELITUNG Jurnalsiber.com – Guncangan hebat menghantam PT Timah Tbk, perusahaan tambang timah terkemuka di Indonesia, dengan penetapan mantan Direktur Operasional, Alwin Albar, sebagai tersangka dalam dugaan korupsi proyek pengadaan CSD (cutting suction dredge) dan washing plant tahun 2017 di Tanjung Gunung, Bangka Tengah. Dengan kerugian mencapai Rp 29 miliar, Alwin Albar langsung ditahan setelah pemeriksaan penyidik Pidsus Kejati Bangka Belitung. Kamis (4/01/2024).

Pada tahap awal penyidikan, tersangka perdana dalam skandal ini adalah Dr Ichwan Azwardi Lubis, yang menjabat sebagai pimpinan proyek. Usai pemeriksaan, Ichwan Azwardi pun dikenakan rompi orange dan dijebloskan ke sel tahanan Tuatunu Pangkalpinang. Namun, penangkapan Alwin Albar mengindikasikan bahwa penyidik terus menggali lebih dalam untuk menemukan pelibatan pihak lain dalam proyek kontroversial ini.

Sehari sebelum penangkapan Alwin Albar, giliran mantan Direktur Utama PT Timah Tbk, Mochtar Riza Pahlevi Thobrani (MRPT), menjalani pemeriksaan di Kejati. Meskipun belum ditetapkan sebagai tersangka, pemeriksaan terhadap pejabat perusahaan plat merah ini menunjukkan skala besar penyelidikan yang tengah berlangsung.

Kajati Asep Maryono melalui Asintel Fadil Regan menyatakan, “Dalam beberapa waktu terakhir memang banyak agenda pemeriksaan terhadap pejabatnya (PT Timah Tbk). Terakhir pemeriksaan terhadap mantan Dirutnya Riza Pahlevi.”

Penyidikan ini tidak hanya bertujuan untuk memperkuat pembuktian tetapi juga untuk melengkapi pemberkasan dan mengembangkan penyidikan yang tengah berlangsung.

Sementara itu, pertanyaan mengenai jumlah tersangka masih menjadi misteri. Asintel Fadil Regan menjelaskan, “Saat ini -tahap perdana- penyidiknya menetapkan 1 dulu tersangka dari internal PT Timah. Seiring waktu nanti, pengembangan penyidikan akan menambah lagi tersangka barunya.” Jelas Fadil.

Kerugian negara yang mencapai total Rp 29 miliar menunjukkan kemungkinan keterlibatan banyak pihak dalam proyek ini.

Modus operandi dan lika-liku proyek eksplorasi perusahaan plat merah ini ternyata membingungkan. Proyek dimulai pada Desember 2017 dan selesai pada Desember 2018, dengan fokus utama pada pengadaan CSD dan washing plant. Hasil eksplorasi awal menunjukkan adanya jutaan ton pasir timah di Tanjung Gunung, yang memicu pembangunan CSD sebagai metode penambangan lepas pantai.

CSD, yang seharusnya menjadi bagian integral dari proyek, justru tidak dibangun. Lebih ironisnya, mesin-mesin di washing plant yang seharusnya mendukung operasional proyek mengalami kerusakan berulang kali. Pengadaan mesin tanpa melalui proses lelang dan masalah perakitan oleh bagian logistik PT Timah menambah kompleksitas skandal ini.

Tidak hanya itu, hasil eksplorasi pasir timah tidak sesuai harapan, menyebabkan kerugian atas proyek tersebut. Mesin-mesin yang bermasalah tidak hanya mengganggu operasional tetapi juga memicu kekacauan.

Bahkan, informasi dari sumber internal menyebutkan bahwa mesin-mesin tersebut tidak mampu beroperasi secara normal.

Permasalahan semakin meruncing saat proyek CSD Tanjung Gunung diketahui tidak lagi beroperasi dan mesin-mesinnya hilang entah ke mana. Sumber melaporkan bahwa bagian-bagian mesin tersebut tersebar di beberapa lokasi seperti Belitung, Belinyu, hingga Muntok. Skandal ini menunjukkan bahwa praktek-praktek busuk dalam bagian logistik PT Timah bukanlah kasus baru dan sering terulang.

“Pembelian bagian-bagian mesin itu -untuk dirakit sendiri- sudah ada pihak langganan khususnya. Jadi bagian logistik itu tinggal pesan saja dan rutin itu,” ungkap sumber yang meminta identitasnya dirahasiakan. Modus pengadaan dengan cara assembling, yang seharusnya tidak diperbolehkan untuk mesin pertambangan dengan harga di atas Rp 500 juta, menggambarkan niat buruk dalam proyek ini.

Berdasarkan informasi yang dihimpun oleh jejaring media ini, kondisi proyek saat ini semakin memburuk dengan hilangnya mesin-mesin yang kritis untuk operasional washing plant. Proyek senilai Rp 100 miliar tersebut kini hanya tinggal kenangan pahit dan kerugian besar bagi PT Timah Tbk dan keuangan negara.

Skandal ini menyoroti kerentanan dalam pengelolaan proyek besar di perusahaan tambang besar. Kepercayaan publik terhadap integritas PT Timah Tbk turut tercoreng, dan pemerintah diharapkan segera mengambil tindakan tegas untuk memberikan keadilan dan mencegah kejadian serupa di masa depan. (Penulis : Taufik, Editor : Sinyu Pengkal)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

No More Posts Available.

No more pages to load.