Oleh : Johan Murod Babelionia, S.IP. SH. MM. MBA
===
“Penghargaan yang diberikan oleh salah satu TV Swasta Nasional itu patut diduga penilaiannya kurang teliti dan kurang komprehensif, terkesan sangat memaksa dan politis…”
====
KEPULAUAN Jurnalsiber.com – Bangka Belitung yang letaknya sangat strategis sebelah Timur dekat dengan Kalimantan Barat, Sebelah Barat dekat dengan Sumatera Selatan, Sebelah Selatan dekat dengan Kepulauan Seribu dan Jakarta serta Sebelah Utara dekat dengan Kepri dan Singapura dengan perjalanan udara hanya 1 jam, dan ke Palembang hanya 30 menit.
Kepulauan Bangka Belitung ketika menjadi provinsi memiliki 900 lebih pulau (data Kemendagri, Kementerian Kelautan dan Perikanan RI serta Pusdishydrographi Angkatan Laut RI) dengan luas laut 65.301 Km2 serta penduduk sudah mendekati 1,5 juta jiwa.
Masyarakat Kepulauan Bangka Belitung dominan dengan etnik Melayu dan selebihnya etni Tionghoa dan lain-lain. Masyarakat Kepulauan Bangka Belitung juga sangat Toleran dan familiar. Antara etnik Melayu dengan etnik Tionghoa, Batak, Jawa dan lain-lain hidup rukun dengan filosofi Tong Ngin Fan Ngin Jit Jong dan Tong Ngin Fan Ngin Tjin Ngin (Tionghoa dan Melayu sama saja, dan Tionghoa dan Melayu adalah saudara). Hal ini sudah lama terjadi dan banyak pernikahan silang, bahkan antara Masjid dan Kelenteng bersebelahan dan antara Masjid dengan Gereja bersebelahan. Bahkan dari tiga orang Anggota DPR RI Dapil Kepulauan Bangka Belitung Periode 2019-2024, dua di antaranya adalah berasal dari etnik Tionghoa. Sedangkan satu dari empat Anggota DPD RI Periode 2019-2023 satu di antaranya juga berasal dari etnik Tionghoa.
Begitu juga dengan sejarah kepemimpinannya, para pemimpin di Kepulauan Bangka Belitung ini mulai dari Gubernur (Pj Gubernur), Kapolda, Danrem, Kajati dan lain lain sudah terbiasa dipimpin oleh orang ‘luar’ dan beragama non muslim. Semua aman-aman saja, masyarakat Bangka Belitung tidak mempersoalkan apa AGAMANYA dan apa SUKUNYA.
Dengan demikian, fakta ini membantah isu intoleran dan SARA yang beberapa hari terakhir sengaja dihembuskan oleh pihak-pihak yang tak bertanggung jawab.
Kemudian, sejak pra Abad I di Kota Kapur Pesisir Selat Bangka sudah ditemukan timah sehingga Pelaut India, Pelaut China, Pelaut Arab dan lain-lain sudah datang ke Kepulauan Bangka Belitung.Tahun 1293 tentara Kubilai Khan, setelah kalah perang dengan Majapahit, sebanyak 2000 orang tentara dari 17.000 sisa pasukan Kubilai Khan yang tersisa memilih tinggal di Belitung Timur, 15.000 lainnya pulang ke China. Abad XVII Belanda dan Kesultanan Palembang mendatangkan China Kuncir ke Kepulauan Bangka Belitung untuk jadi pekerja Tambang Timah.
Masa penjajahan Belanda Masyarakat Kepulauan Bangka Belitung tercatat melakukan berbagai perlawanan kepada penjajah Belanda antara lain Depati Karim, Depati Bahren, Depati Amir, Bun Asiong, Liau Ngie, dan 1946 ketika Belanda ingin menjajah kembali Indonesia 40 TKR Bertempur melawan 500 Pasukan Belanda di Km 12 sebelum memasuki Kota Pangkalpinang.
Tercatat Perang Depati Amir hampir tiga tahun membuat Belanda kerugian besar, namun dalam setiap perjuangan selalu ada penghianat dan Depati Amir ditangkap Belanda diasingkan di Kupang NTT, dan tanggal 8 November 2018 Depati Amir dianugerahi Pahlawan Nasional oleh Pemerintah RI.
Tahun 1949 Bangka merupakan daerah pengasingan Penjajah Belanda terhadap Pemerintah Indonesia dimana para pemimpin Republik Indonesia seperti Bung Karno, Bung Hatta, yang adalah Presiden dan Wakil Presiden diasingkan di Bangka termasuk Sekretaris Negara dkk sehingga Diplomasi Internasional sering dilakukan di Bangka bahkan draf Perjanjian Roem Royen diketik seorang pemuda Bangka bernama Romawi Latief. Pada masa ini selama 4 bulan Bangka adalah Ibukota Negara RI dan oleh Van Mook Kepulauan Bangka Belitung pernah menjadi RIS.
Diplomasi Pamungkas Internasional oleh Bung Karno dkk dengan Sekertaris Kabinet Pemerintah Belanda yang paling monumental ketika Diplomasi Percepatan Pengembalian Kedaulatan RI, semua sejarah terekam di Museum TIMAH Kota Pangkalpinang termasuk Duplikat Prasasti Kota Kapur terdapat di Museum TIMAH Kota Pangkalpinang dimana Prasasti Kota Kapur tersimpan di Museum Gajah atau Museum Nasional Jakarta.
Dari berbagai peristiwa di atas Kami Masyarakat Kepulauan Bangka Belitung tidak saja dianugerahi kekayaan SDA akan tetapi legacy semangat juang dan semangat kepahlawanan sangat kental bagaikan kentalnya kopi yang diaduk dengan gula kabung yang terasa manis di setiap kedai kopi yang memang sudah menjadi tradisi masyarakat Kepulauan Bangka Belitung minum kopi dengan gula kabung.
Sejak jadi sebuah provinsi beberapa gubernur termasuk Pj Gubernur Bapak Amur Muchasim, kami masih merasakan manisnya kopi yang diaduk dengan gula kabung. Selanjutnya beberapa gubernur dan Pj Gubernur Kepulauan Bangka Belitung kami pun masih merasakan manisnya kopi yang diaduk dengan gula kabung. Terlebih di era Gubernur Eko Maulana Ali, pemimpin yang menyatukan tidak saja Gubernur Kepulauan Bangka Belitung yang menyatukan tapi beliau adalah Perwira Angkatan Laut yang juga Sastrawan yang menciptakan beberapa lagu dan Gurindam Abad 21. Ini menunjukkan kalau almarhum Eko Maulana Ali adalah seorang sufi yang tinggi Ilmu Tasauf Philosophy, Tasauf Amali dan Tasauf Akhlaqi. Sehingga dapat dikatakan almarhum Eko Maulana Ali adalah standard untuk seorang Gubernur Kepulauan Bangka Belitung harus seperti Eko Maulana Ali yang memiliki kecerdasan intelektual, jecerdasan spritual, kecerdasan emotional dan kecerdasan sosial sehingga dapat memimpin dengan Amanah, Tabliq, Sidiq dan Fatonah.
Namun saat ini, bagaikan petir di siang bolong, kopi yang diaduk dengan gula kabung kini jadi ‘sangat pahit’. Kegaduhan oleh Pj Gubernur Kepulauan Bangka Belitung Suganda Pandapotan Pasaribu sering diingatkan oleh Anggota DPRD Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dan para aktivis namun tak juga reda.
Tentu saja akhirnya para Tokoh Masyarakat turun gunung untuk menjaga Marwah Negeri Serumpun Sebalai hingga tiga Profesor turun gunung seperti Prof Yusril Ihza Mahendra, Prof Bustami Rahman, dan Prof Syafrudin Masyarif, Datuk dari segala Datuk Negeri Serumpun Sebalai yaitu Datuk Seri Emron Pangkapi, Bang Farid Effendy, Bang Momok dll.
Prof Bustami Rahman adalah Tokoh Pejuang Pembentukan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dan Pendiri Universitas Bangka Belitung (UBB) dan Rektor Pertama UBB yang saat ini juga Ketua Lembaga Adat Melayu Negeri Serumpun Sebalai Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Bang Momok adalah Pengacara Kondang saat ini Ketua Forum Komunikasi Pejuang Pembentukan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dan mereka sudah sampaikan aspirasi ke DPRD Provinsi Kepulauan Bangka Belitung yang kiranya DPRD Provinsi Kepulauan Bangka Belitung sesegera mungkin berkirim surat dan menghadap Menteri Dalam Negeri untuk menarik Pj Gubernur Kepulauan Bangka Belitung dan menggantikan dengan Pj Gubernur Kepulauan Bangka Belitung yang baru, sehingga masyarakat Kepulauan Bangka Belitung kembali dapat menikmati manisnya suguhan kopi gula kabung.
Lembaga Adat Melayu Negeri Serumpun Sebalai Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dan Forum Komunikasi Presidium Pejuang Pembentukan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung adalah dua organisasi Extraordinary Institution di Negeri Serumpun Sebalai Provinsi Kepulauan Bangka Belitung sudah menyampaikan kepada DPRD Provinsi Kepulauan Bangka Belitung selaku Superior Politik di Kepulauan Bangka Belitung yang akan diteruskan ke Mendagri dan seharusnya Mendagri segera menindaklanjuti aspirasi masyarakat Kepulauan Bangka Belitung tersebut sehingga Pembangunan di Kepulauan Bangka Belitung dapat terlaksana dengan baik.
Biarlah peristiwa ini merupakan suatu kenangan dan pelajaran bagi generasi masyarakat mendatang sebagai kecelakaan sejarah kopi gula kabung terasa pahit yang tentu saja akan jadi cerita di berbagai kedai kopi di Kepulauan Bangka Belitung bahwa kami Masyarakat Kepulauan Bangka Belitung pernah menikmati Kopi Gula Kabung yang rasanya pahit karena ulah seorang Pj Gubernur yang sering bikin gaduh.
Lantas pertanyaannya, bukankah dengan Program Gule Kabung itu telah membawa Pj Gubernur meraih Penghargaan Indonesia Awards 2023 dari salah satu TV Swasta Nasional? Menurut hemat saya, penilaian terkait penghargaan seperti ini sangatlah relatif. Lagi pula, rentang waktu untuk mengukur atau menilai ‘prestasi’ yang didapat oleh Pj Gubernur Suganda ini hanya dalam waktu yang relatif singkat yakni hanya 5 bulan saja. Apakah waktu yang sedemikian singkat sudah layak diambil kesimpulan untuk menilai kesuksesan sebuah program di pemerintahan? Bukankah program serupa juga sudah dilakukan oleh gubernur-gubernur sebelumnya (hanya beda namanya saja)?
Terhadap persoalan ini mestinya pihak pemberi penghargaan haruslah lebih objektif dalam melakukan penilaian. Untuk mengukur kesuksesan suatu program kerja pemimpin daerah maka penelitian dan pengamatan secara seksama dengan metode pengamatan dan penelitian empirik serta wawancara dengan para tokoh masyarakat Kepulauan Bangka Belitung, harusnya dilakukan.
Jika tidak maka nilai keberhasilannya tidak valid.
Penghargaan yang diberikan oleh salah satu TV Swasta Nasional itu patut diduga penilaiannya kurang teliti dan kurang komprehensif, terkesan sangat memaksa dan politis bahkan serampangan, karena tidak melalui penilaian yang benar-benar matang serta objektif, dan bisa berdampak terhadap jatuhnya kredibelitas TV Swasta yang dimaksud. Jangan sampai masyarakat tertipu dengan kebohongan publik (Kami pada prinsifnya sangat mencintai TV Swasta Nasional tersebut yang menyajikan berita-berita akurat, laporan olahraga dan berbagai siaran hiburan yang disajikannya).
Apa lagi Program Gule Kabung implementasinya apa? Jika dibandingkan dengan torehan prestasi yang sudah dilakukan oleh Gubernur dan Pj Gubernur Kepulauan Babel sebelumnya, apa yang sudah dilakukan oleh Pj Gubernur Suganda ibarat membandingkan antara langit dan bumi. Ibarat membandingkan emas dengan loyang…!
Program Gule Kabung yang mendapat penghargaan dari salah satu TV Swasta Nasional itu hanya manis ke atas tapi pahit ke bawah. Dengan kontroversial dan kegaduhan yang berulangkali terjadi, disadari atau tidak, kehadiran Pj Gubernur Suganda Pandapotan Pasaribu di Bumi Serumpun Sebalai, menjadi biang kerok yang memecah belah masyarakat Kepulauan Bangka Belitung. Inilah Sebuah Kecelakaan Sejarah yang akan tercatat dalam sejarah berdirinya provinsi ini dan harus diingat dan dibahas dalam Rapat Paripurna pada Ulang Tahun Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, 21 November 2023 mendatang. (*)
====
JOHAN Murod Babelionia, S.IP. SH. MM. MBA adalah salah seorang pejuang Pembentukan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
Ia tercatat sebagai deklarator Dewan Pemuda Bangka Belitung yang besar andilnya dalam memprovokasi masyarakat dan semangat generasi untuk berjuang serta terlibat langsung dalam perjuangan pembentukan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
Atas kiprahnya tersebut, pada tanggal 14 Febuari 2015, Johan Murod yang juga Wartawan Senior DIALOG ini, dianugerahi Gelar Adat sebagai Datuk Panglima Negeri Serumpun Sebalai, yang ditabalkan oleh Lembaga Adat Melayu Negeri Serumpun Sebalai (LAM NSS) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. (Red/publish: Dwi Frasetio KBO Babel)