Apakah Kebebasan itu Tidak Terbatas?” Begini Jawabannya

by -16 views

Oleh: Nazwar, S. Fil. I., M. Phil (Penulis Lepas Yogyakarta)

Suatu pagi yang cerah, penulis mendapati suatu postingan yang mencuri perhatian penulis dari seorang dosen UIN Jogja sekaligus pengasuh Akun Youtube pribadinya, Ariefologi. Menggunakan sudut pandang tokoh alim, postingan tersebut diberi judul “Apakah Kebebasan itu Tidak Terbatas?”

Sarkastik! Memang bukan barang baru di lingkungan UIN membincang tema-tema usil nan nyelekit yang seringkali menggelitik bagian terdalam manusia. Sarat makna, namun tidak jarang nakal dan cebderung menyesatkan, dalam arti mengusik mereka yang menginginkan hidup dalam kesendirian yang damai namun seolah dipaksa terseret dalam arus hiruk-pikuk teknologi informasi.

Diskursus tema sarkastik dalam kondisi terkendali bisa saja menarik dan menghasilkan pemikiran sebagai buah usaha diskusi dan produktivitas dalam mengolah ide. Pada sisi lain, kemungkinan resiko tinggi berupa ekspresi, aktualisasi dan emosi dari penyalurahan hasrat akademik yang tidak terbendung. Realitas berwajah ganda ini bisa saja terjadi dan dapat menjadi identik dengan diskursus tersebut sebagai konsekuensi dalam waktu yang bersamaan.

Kembali ke topik yang menjadi sasaran kritik sebagai pembuka di atas, penulis hendak memulainya dengan menguji setiap term demi term yang diajukan. Mewaspadai ketersinggungan sang youtuber yang tidak lain juga sebagai dosen, penulis hendak mencermati tema tersebut seteliti dan semampu mungkin sesuai dengan kapasitas penulis.

Pernyataan, baik disampaikan dengan bentuk bertanya, terhadap kebebasan tidak pernah lepas dari ide tentangnya. Jika ada, apa itu dan seberapa bebas sesuatu, sebut saja suatu ide, serta sebagai bagian tidak terpisahkan, apakah kebebasan ada batasnya? Bebas dan tidak bebas atau terbatas sebagai ide; seperti apa? Menjawab pertanyaan tersebut akan membawa makna bebas. Bebas sebagai ide!

Sebab bebas dalam arti hakikat tidak bisa didapat hanya terbatas pada ranah akademik. Kebebasan sejati akan didapat dalam kesejatiannya. Sebenarnya, kebebasan sebagai ide telah lama muncul dan menjadi materi diskusi para pengkaji termasuk juga pemikir yang kemudian dikenal sebagai filsuf. Kehendak bebas, kemampuan bertindak, serta menentukan nasib dalam kehidupan menjadi tema-tema umum dan menggelisahkan dalam kajian filsafat pasca modernisme, namun bersifat “klasik” dalam kajian pemikiran Islam seperti dalam disiplin Ilmu Kalam.

Kontroversi ide, seringnya tidak pada esensi materi, atau sekedar penyampaian dengan cara atau intonasi dalam istilah penulis, penuh drama. Namun lebih kepada istilah yang digunakan. Dalam filsafat post-modern, bahasa menjadi tema sentral dalam diskursus. Maka istilah atau bahasa menjadi fokus kajian para pemikir era tersebut. Kenyataan dihadirkan sebagai ide, dan ide dibentuk dalam narasi-narasi atau bahasa yaitu istilah yang digunakan dalam menerjemahkan realitas atau kenyataan.

Muncul belakangan tema pembahasan berupa produk dari proses berpikir seperti permainan bahasa, atomisme logis, realitas kedua berupa simulakra dan lain sebagainya. Persoalan sosial, kemanusiaan, bahkan hakikat dalam diskursus ide terbatas pada bahasa, termasuk dinantaranya tentang bebas atau ide kebebasan. Serumit apa persoalan yang dihadapi manusia, di mata para filsuf pos-modern ada pada bahasa. Lantaran kenyataan berupa ide yang terdiri dari susunan kata atau bahasa, maka sejatinya kerumitan tersebut tidak lain dapat diurai dari bahasa yang digunakan untuk membentuk ide tersebut.

Seberapa tinggi nilai suatu bahasa, mulia serta kekuatannya dipengaruhi besar oleh subjek yang membentuknya. Tidak hanya terhadap apa atau siapa, namun juga di mana, serta kapan bahasa tersebut terbentuk. Di sini kelemahan lain metode Filsafat. Filsafat tidak mampu, atau sebut saja terbatas dalam bahkan menemukan keterbatasannya. Artinya, yang menemukan keterbatasan filsafat justru bukan filsafat itu sendiri. Maka jika benar demikian, langkah Filsafat terhenti dan ternyata tidak hanya sebatas ide namun keterbatasannya kentara sekedar bahasa, padahal diskusinya sudah serumit itu, Filsafat tersebut! (Red/Dwi Frasetio KBO Babel)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

No More Posts Available.

No more pages to load.