Yusril Ihza Mahendra: Putusan MK Soal Batas Usia Capres Cacat Hukum

by -27 views

JAKARTA Jurnalsiber.com – Yusril Ihza Mahendra, seorang pakar hukum tata negara, dengan tegas mengkritik putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memutuskan bahwa kepala daerah yang pernah atau sedang menduduki jabatan, meskipun belum mencapai usia 40 tahun, bisa mencalonkan diri sebagai presiden atau wakil presiden. Ia menyatakan ada cacat hukum yang serius dalam putusan tersebut dan menyoroti bahwa putusan tersebut tidak mengalir dari hulu ke hilir, yang menurutnya menunjukkan adanya penyelundupan hukum.

Kritik tersebut diungkapkan Yusril Ihza Mahendra dalam sebuah diskusi bertajuk “OTW2024: Menakar Pilpres Pasca Putusan MK” yang berlangsung di AONE Hotel, Jakarta Pusat pada Selasa, 17 Oktober 2023. Putusan MK mengenai batas usia calon presiden/wakil presiden telah menjadi topik perdebatan yang sangat kontroversial.

Dalam diskusi tersebut, Yusril menyampaikan kebingungannya terkait putusan MK yang terbagi menjadi empat putusan berbeda. Putusan pertama terkait gugatan Nomor 29-51-55/PUU XXI/2023, sedangkan putusan kedua terkait gugatan Nomor 90/PUU-XXI/2023, di mana MK mengabulkan sebagian dan menolak sebagian.

“Banyak orang yang terkecoh, termasuk saya, pada putusan MK yang pertama. Saya mengatakan pendapat MK akan terjadi Mahkamah Keluarga tidak terbukti, MK masih tetap menjadi lembaga yang menjaga konstitusi,” kata Yusril.

Namun, kekecewaan Yusril terletak pada putusan terakhir MK yang ia anggap problematik. Ia berpendapat bahwa putusan tersebut tidak mengikuti logika hukum yang benar dan mencerminkan penyelundupan hukum. Baginya, putusan ini mengandung cacat hukum yang serius karena MK menyatakan mengabulkan sebagian gugatan.

“Boleh saya katakan putusan ini mengandung sebuah cacat hukum yang serius. Putusan ini bahkan mengandung sebuah penyelundupan hukum karena putusannya mengatakan mengabulkan sebagian,” papar Yusril.

Yusril juga menyoroti bahwa putusan tersebut tidak merupakan keputusan yang bulat. Putusan MK memiliki sejumlah hakim dengan pendapat yang berbeda, sehingga tidak ada konsensus yang jelas dalam keputusan tersebut. “Tapi kalau kita baca argumen yang dirumuskan dalam concurring, itu bukan concurring, itu dissenting, kenapa yang dissenting dibilang concurring? Itulah yang saya katakan penyelundupan. Yang concurring jadi dissenting sehingga putusannya jadi 5:4,” jelasnya.

Meskipun Yusril memprotes putusan tersebut, ia tetap mengakui bahwa putusan MK berlaku dan harus dijalankan atau dilaksanakan, termasuk oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Namun, ia merasa bahwa PKPU (Peraturan KPU) tidak boleh secara otomatis berubah hanya karena ada putusan MK. MK tidak melakukan uji terhadap PKPU.

Yusril mempertanyakan bagaimana KPU dapat mengubah Peraturan KPU yang telah mereka buat mengenai pendaftaran calon presiden dan wakil presiden saat Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sedang dalam masa reses. Menurutnya, KPU harus berkonsultasi dengan DPR dan pemerintah dalam membuat peraturan, dan perubahan yang dilakukan KPU harus memenuhi syarat formal.

“Dalam PKPU itu masih disebutkan syarat capres itu 40 tahun, itu mungkin anggota KPU, Pak Hasyim ‘Kami akan segera ubah ya’. Anda harus segera ubah, karena apa? Ada putusan MK bilang begini, jadi harus ubah sebagai konsekuensi bukan karena ada diperintah MK untuk ubah,” ungkapnya.

Yusril juga mengkhawatirkan bahwa saat ini DPR sedang dalam masa reses, sementara pendaftaran calon presiden dan wakil presiden akan dibuka pada 19 Oktober 2023. Ia menilai masalah ini sangat serius karena KPU harus segera menyesuaikan PKPU sesuai dengan putusan MK, namun waktu yang tersisa sangat terbatas.

“Sekarang kapan Pak Hasyim mau datang ke DPR? DPR sedang reses, apakah dalam waktu tiga hari ini bisa? Bisa panggil anggota DPR supaya tidak reses? Bisa Pak Hasyim konsultasi, terus menuangkan PKPU sebelum tanggal 19 dibuka pendaftaran? Ini problem, saya ngomongin ini serius, sangat-sangat serius,” tegas Yusril.

Putusan MK yang mencakup perubahan batas usia calon presiden/wakil presiden telah memicu debat yang sengit di kalangan masyarakat dan para pakar hukum. Keputusan MK memengaruhi proses pemilihan presiden/wakil presiden di Indonesia dan menjadi perhatian utama menjelang Pemilu 2024.

MK telah mengabulkan sebagian gugatan yang diajukan oleh Almas terkait batas usia calon presiden/wakil presiden. MK menyatakan bahwa batas usia calon presiden/wakil presiden tetap 40 tahun, kecuali jika calon tersebut telah memiliki pengalaman sebagai kepala daerah.

Berdasarkan putusan MK yang masih memunculkan berbagai perbedaan pendapat, perubahan dalam peraturan terkait pemilu harus segera dilakukan agar pemilihan presiden/wakil presiden berjalan sesuai dengan aturan yang berlaku. Pemerintah dan lembaga terkait diharapkan segera berkoordinasi untuk menyelesaikan ketidakpastian yang telah timbul sehubungan dengan perubahan batas usia calon presiden/wakil presiden. (Sumber : Detik, Editor : Dwi Frasetio KBO Babel)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

No More Posts Available.

No more pages to load.