Jakarta Jurnalsiber.com – Malaysia telah melarang buku novel grafis berjudul ‘When I Was a Kid 3’, yang menciptakan kontroversi dengan menggambarkan pekerja asisten rumah tangga (ART) asal Indonesia sebagai monyet. Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Republik Indonesia (RI) memberikan dukungan penuh terhadap keputusan tersebut. Dalam konferensi pers, juru bicara Kemlu RI, Lalu Muhammad Iqbal, menyampaikan bahwa penggunaan perumpamaan monyet untuk pekerja Indonesia adalah sangat merendahkan martabat manusia dan tidak mendidik. Jumat (29/09/2023)
Reaksi Kemlu RI Terhadap Larangan Buku ‘When I Was a Kid 3
Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia (Kemlu RI) memberikan respons positif terhadap tindakan Malaysia yang melarang buku novel grafis ‘When I Was a Kid 3’. Juru bicara Kemlu RI, Lalu Muhammad Iqbal, menyampaikan dukungan penuh terhadap keputusan Malaysia dalam mengambil tindakan tersebut.
Dalam konferensi pers di kantornya, Iqbal mengonfirmasi bahwa dalam buku tersebut terdapat penggunaan perumpamaan monyet untuk menggambarkan pekerja asisten rumah tangga (ART) asal Indonesia. Iqbal menganggap penggunaan bahasa tersebut sebagai sesuatu yang sangat tidak edukatif dan merendahkan martabat manusia.
“Yang jelas, kebetulan bahasa yang disampaikan adalah monyet untuk tenaga kerja kita,” ungkap Iqbal. “Terlepas bahwa itu adalah orang Indonesia yang disebutkan, itu adalah seorang ayah mengajarkan anaknya dan menyebut pekerja manusia dengan monyet, itu dari perspektif edukasi itu sangat tidak edukatif dan human degrading (merendahkan martabat manusia),” tambahnya.
Iqbal juga menyoroti dampak negatif yang muncul akibat buku tersebut dan menyatakan bahwa Pemerintah Indonesia menghargai respons Malaysia yang telah melarang buku tersebut beredar di Malaysia.
Protes dan Keluarnya Larangan
Buku ‘When I Was a Kid 3’ pertama kali terbit pada tahun 2014 dan merupakan seri ketiga dari karya seniman Malaysia Boey Chee Ming, yang tinggal di Amerika Serikat (AS). Juni lalu, sebuah kelompok di Indonesia yang dikenal sebagai Corong Rakyat melakukan demonstrasi di luar Kedutaan Besar Malaysia di Jakarta. Mereka memprotes buku ini karena dianggap merendahkan ART asal Indonesia.
Pada 15 September lalu, Menteri Dalam Negeri Malaysia mengumumkan pelarangan buku tersebut dengan alasan bahwa buku tersebut mengandung materi yang “mungkin merugikan moralitas”.
Minta Maaf dari Pengarang Buku
Boey Chee Ming, pengarang buku ‘When I Was a Kid 3’, telah menyampaikan permintaan maaf atas kontroversi yang diakibatkan oleh karyanya. Dia mengungkapkan keterkejutannya terhadap kebijakan Malaysia yang melarang bukunya dan secara terbuka meminta maaf atas konten yang telah menimbulkan ketegangan.
Kasus ini memunculkan pertanyaan mengenai kebebasan berekspresi dan penghargaan terhadap pekerja migran di Asia Tenggara, serta pentingnya menjaga bahasa dan tindakan yang tidak merendahkan martabat manusia dalam berbagai media dan karya seni. (Sumber : DetikNews, Editor: Dwi Frasetio KBO Babel)