JAKARTA Jurnalsiber.com – Pasangan suami istri di Tangerang, Provinsi Banten, telah melakukan aksi kriminal yang menggemparkan, dengan membobol bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebesar Rp5,1 miliar. Mereka berhasil mencapai tujuan mereka dengan menggunakan 41 Kartu Tanda Penduduk (KTP) palsu. Dalam kasus yang mencengangkan ini, mereka juga memanfaatkan modus pembukaan kartu kredit dengan identitas palsu.
Kasus ini pertama kali terungkap ketika Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten melakukan penangkapan terhadap pasangan suami istri tersebut di sebuah rumah kontrakan di wilayah Cinere, Tangerang, pada tanggal 25 Oktober 2023. Pasangan ini terdiri dari seorang wanita berinisial FRW yang berusia 38 tahun dan suaminya HS yang berusia 40 tahun. Namun, yang membuat kasus ini semakin mencolok adalah bahwa FRW adalah mantan pegawai Bank Rakyat Indonesia (BRI) yang bekerja di cabang BSD Tangerang, dan dia menjabat sebagai Prioritas Banking Officer (PBO).
Aksi kejahatan pasangan ini melibatkan peran masing-masing. Suami, HS, bertanggung jawab untuk menyediakan KTP palsu, yang kemudian digunakan untuk mendaftar di BRI dan membuka tabungan sejumlah Rp500 juta. Sementara itu, istrinya, FRW, memainkan peran penting dalam meloloskan persyaratan tersebut agar dia bisa menjadi nasabah prioritas dan mendapatkan kartu kredit. Setelah berhasil mendapatkan kartu kredit, mereka kemudian menarik dana dari kartu kredit tersebut.
Modus operandi pasangan ini adalah menciptakan kartu kredit prioritas dengan identitas orang lain. Mereka menggunakan KTP atau identitas palsu untuk mendaftarkan diri dan memperoleh kartu kredit. Setelah berhasil mendapatkan kartu kredit tersebut, mereka menarik dana dari kartu kredit dengan cara yang sangat terencana.
Aksi kriminal ini ternyata telah berlangsung cukup lama, sejak tahun 2020-2021. Mereka telah menggunakan hingga 41 KTP atau identitas orang lain, dan HS bahkan memiliki sepuluh identitas dengan foto dirinya yang sama, tetapi nama yang berbeda. Akibat perbuatannya, mereka dijerat dengan pasal 2 ayat 1 sehubungan dengan pasal 18 dan pasal 3 UU Nomor 1 tahun 1999 yang telah diubah menjadi UU Nomor 20 tahun 2021.
Setelah berhasil membobol bank BUMN, pasangan ini mulai berbelanja dengan uang hasil kejahatannya. Mereka membeli mobil mewah merek Mercedes-Benz (Mercedes) dan Honda CR-V, serta tas-tas mewah yang ternyata juga menjadi incaran mereka. Kepala Kejati Banten, Didik Farkhan Alisyahdi, mengungkapkan bahwa uang dari kartu kredit tersebut digunakan untuk membeli tas, konsumsi pribadi, dan tidak menutup kemungkinan bahwa mereka juga membeli tas-tas branded untuk kemudian dijual kembali.
Namun, tindakan mereka yang sembrono akhirnya membawa mereka kepada penegakan hukum. Kejaksaan Tinggi Provinsi Banten menangkap pasangan suami istri ini, dan sejumlah kendaraan mewah serta tas-tas branded yang mereka beli dengan uang hasil kejahatan telah disita oleh otoritas.
Bank Rakyat Indonesia (BRI) sebagai lembaga yang menjadi sasaran pembobolan ini juga memberikan klarifikasi mengenai kasus ini. Regional CEO BRI Regional Office Jakarta 3, Nazaruddin, mengapresiasi tindakan cepat dari aparat kepolisian dan Kejaksaan Tinggi Banten dalam menangkap pelaku, serta menghormati seluruh proses hukum. BRI menyatakan dukungannya untuk menyelesaikan kasus ini sebagai bentuk komitmen mereka dalam menerapkan praktik bisnis yang bersih sesuai dengan Good Corporate Governance (GCG).
BRI juga menegaskan bahwa mereka menerapkan kebijakan zero tolerance terhadap oknum yang merugikan bank, baik secara materiil maupun immateriil. Mereka telah melakukan pemecatan/PHK terhadap pelaku tindak kejahatan ini. BRI juga menekankan komitmen mereka untuk menjunjung tinggi nilai-nilai Good Corporate Governance dan prudential banking dalam semua aktivitas operasional perbankan mereka.
Pasangan suami istri ini telah ditahan oleh Kejaksaan Tinggi Banten selama 20 hari ke depan. Penahanan ini diambil karena pertimbangan bahwa mereka sering berpindah-pindah tempat untuk bersembunyi dan dikhawatirkan akan menghilangkan barang bukti kejahatan mereka. Bahkan, bank yang menjadi korban juga tidak mengetahui keberadaan FRW selama ini.
Kasus ini menjadi sebuah peringatan serius tentang pentingnya menjaga keamanan dalam perbankan dan tindakan tegas yang akan diambil terhadap pelaku kejahatan finansial. Masyarakat dan lembaga perbankan harus tetap waspada dan melibatkan tindakan keamanan yang lebih ketat untuk mencegah kejahatan semacam ini terjadi di masa mendatang. (Sumber : Bangka Pos, Editor : Dwi Frasetio KBO Babel)