SUNGAILIAT Jurnalsiber.com — Sejumlah seniman dan budayawan Kabupaten Bangka, mengkritisi kinerja Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Dinparbud) Kabupaten Bangka yang dinilai kurang berpihak dan ngawur dalam mengurusi persoalan kebudayaan, adat istiadat dan seni di Kabupaten Bangka.
Hal tersebut terungkap dalam pertemuan para seniman dan budayawan Bangka dengan Bidang Kebudayaan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Bangka, di Gedung Juang Sungailiat, Selasa (31/10/2023).
Koreografer senior Junaidi Rahim mengaku miris dengan program kerja Dinparbud Bangka yang terkesan asal-asalan dan tak memiliki konsep serta arah yang jelas.
“Sebagai pelaku sekaligus pegiat seni budaya, jujur saya merasa miris dengan pola dan cara kerja Disparbud Kabupaten Bangka, khususnya bidang kebudayaan. Sejauh ini tak punya arah dan pola yang jelas dalam upaya membangkitkan kembali seni budaya di Kabupaten Bangka, sehingga makin terpuruk,” sesal Junaidi.
Junaidi mendesak agar Dinparbud Bangka segera berbenah agar mampu membangkitkan kembali gairah berkesenian dan berkebudayaan di Kabupaten Bangka seperti dilakukan oleh pimpinan (kepala dinas) terdahulu.
“Saya pikir ini harus dimulai dari tubuh Dinparbud dulu, khususnya bidang kebudayaannya. Sinergitas dalam pola kerja bidang kebudayaan sampai mindset tentang pengembangan dan pelestarian seni dan budaya. Kerangka dasar utamanya yang harus diubah,” tegasnya.
Selama cara berpikir bidang kebudayaan hanya terpaku dengan fungsi kapasitas kerja birokrasi, lanjut Junaidi, maka upaya perubahan kearah yang lebih baik tak akan tercapai. “Bidang kebudayaan harus mampu memahami kapasitasnya sebagai fasilitator, leadership dalam pola kerja. Ia harus menjadi seorang ‘produser’ yang paham managemen produksi,” imbuhnya.
Dengan begitu, kata Junaidi, pola kerja Disparbud ke depan, tidak hanya terpaku pada copy paste program dan menentukan program tanpa mengacu pada akar rumput permasalah yang ada.
Menurut Junaidi, ada tidaknya Dinparbud, seniman dan budayawan di Kabupaten Bangka tetap eksis dan berkarya.
“Ada atau tidak ada Dinparbud di Bangka, kami sesungguhnya tetap berjalan walau hanya terpacu pada langkah sendiri-sendiri. Namun alangkah lebih baik lagi jika eksistensi para seniman dan budayawan ini dibina melalui leadership yang mumpuni, memahami strategi dan managemen produksi untuk membantu solusi akar rumput permasalahan di bidang seni budaya ini,” tandas Junaidi.
Saat ini, lanjut Junaidi, seniman dan budayawan di Kabupaten Bangka sangat membutuhkan sosok leadership yang bisa berbuat ke arah aksi nyata. “Selama belum berpola managemen produksi, maka ke depan segala keinginan hanya akan menjadi sebuah selogan dan retorika tanpa aksi nyata,” tutup Junaidi.
Di tempat yang sama, musisi sekaligus personel Klaki Band, Sonata, juga menyampaikan kerisauannya terhadap minimnya peran Dinparbud Bangka dalam mengapresiasi karya para seniman dan budayawan setempat.
“Saya malah ingin ajukan pertanyaan begini, perlu tidak sih Dinparbud di Bangka? Kalau perlu, mana dan apa sih kontribusinya?” tanya pelantun Wadda Boy ini.
Mantan gitaris grup band Iwan Fals ini menambahkan, Dinparbud Bangka seharusnya dipimpin oleh orang yang paham dan mampu mengurus persoalan seni dan paham dengan urusan budaya dan tradisi.
“Jika tak mampu urusi masalah seni, budaya dan tradisi, harusnya mundur saja. Kasih kepada yang paham dan mampu,” tegas Sonata.
PPKD Asal-Asalan
Penulis dan pegiat budaya, Ichsan Mokoginta Dasin, menyoroti ‘kegamangan’ Dinparbud Bangka dalam mengaktualisasi tugas dan fungsinya sebagai ‘rumah’ naungan bagi para seniman dan budayawan setempat.
1Menurut pemilik nama pena Amang Ikak ini, Dinparbud Bangka sejak dua tahun terakhir lebih banyak fokus pada kegiatan serimonial pariwisata ketimbang menghidupkan ruh berkesenian, berbudaya dengan beragam tradisi di dalamnya.
“Mestinya sebagai stakeholder bidang pariwisata dan budaya, Dinparbud tak memandang sebelah mata potensi berkesenian, budaya dengan beragam tradisinya. Dua tahun terakhir saya melihat kerja dinas ini hanya fokus pada urusan pariwisata saja dan kegiatan serimonial lainnya,” ujarnya.
Penghargaan dan perhatian terhadap para seniman dan budayawan, menurut Ichsan, juga terkesan kurang. “Saya sendiri memiliki pengalaman pahit dan menyedihkan. Selama ini saya lebih dihargai dan ‘dipakai’ oleh Pemkot Pangkalpinang.
Padahal saya asli anak Bangka, tapi karya-karya saya dan eksistensi saya justru lebih diakui oleh teman-teman di Pangkalpinang. Bahkan dalam momen Ulang Tahun Kota Pangkalpinang beberapa waktu lalu, saya satu-satunya warga di luar Pangkalpinang yang mendapat anugerah kehormatan selaku pegiat budaya dan sastra oleh Walikota Pangkalpinang. Sementara pemerintah daerah saya sendiri (Pemkab Bangka), melirikpun tak pernah,” ungkap penulis buku Palagan 12: Api Juang Rakyat Bangka ini.
Dalam kesempatan tersebut, Ichsan juga menyoroti penyusunan Pokok Pikiran Kebudayaan Daerah (PPKD) oleh Dinparbud Bangka yang asal-asalan dan keliru.
“Padahal PPKD ini ibarat kurikulum sebagai acuan kerja Dinparbud ke depan. Ini disusun asal-asalan,” katanya.
Ia menyarankan agar ke depan Dinparbud Bangka lebih banyak melakukan kajian-kajian terkait objek pemajuan kebudayaan (OPK) yang meliputi, budaya berikut tradisi-tradisi di dalamnya, seni, sastra, sejarah dan lain sebagainya.”Kajian-kajian seperti ini akan besar manfaatnya ketimbang acara serimonial yang terkesan menghamburkan uang saja,” tandas Ichsan.
Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan melalui Kabid Kebudayaan, Diena Kurniaty, dalam pertemuan tersebut berjanji akan melakukan pembenahan di Dinparbud Bangka, khususnya di Bidang Kebudayaan.
“Kita lupakan pengalaman pahit terdahulu. Selaku Kabid yang baru, kita akan mulai berbenah,” kata Diena.
Pembenahan, menurut Diena, akan dimulai dari Dinparbud Bangka sendiri.
“Kita perkuat sinergitas dari dalam, dan memperkuat kerja sama dengan teman-teman seniman dan budayawan. Kita juga akan merumuskan kembali strategi pemajuan kebudayaan kita, PPKD juga akan kita susun dan tentunya akan sama-sama kita lakukan dengan melibatkan para seniman, budayawan dan sejarawan kita,” tandas Diena. (Tras/Dwi Frasetio KBO Babel)