Jakarta JS – Menanggapi komentar Ketua Umum PPWI, Wilson Lalengke, terkait masalah kriminalisasi Advokat Natalia Rusli, pimpinan LQ Indonesia Lawfirm, Residivis Alvin Liem, angkat bicara. “Wilson Lalengke sebenarnya bisa dipercaya kata-katanya. Dia adalah korban kriminalisasi oknum Kapolres Lampung Timur gegara mengatakan bahwa kolor istri Kapolres dibeli dari keringat rakyat. Omongan yang keluar dari mulutnya memang pedas, tapi penting untuk dipahami masyarakat agar rakyat sadar bahwa uang pajak yang mereka bayar dipakai untuk membayar biaya hidup mereka, termasuk dibelikan celana dalam para polisi itu,” ungkap Alvin Liem yang saat ini mendekam di penjara Salemba untuk tindak pidana yang kesekian kalinya, Kamis (16/3/2023).
Namun, residivis Alvin Liem itu juga kecewa terhadap Wilson Lalengke karena membela korban kriminalisasi Advokat Natalia Rusli. Ia kemudian menyebutkan jasanya ke alumni PPRA-48 Lemhannas RI tahun 2012 itu dengan menyitir soal sumbangannya kepada Wilson Lalengke saat berproses hukum di Lampung Timur tahun lalu.
“Wilson ini tahun lalu ditangkap Kapolres Lampung Timur dengan tuduhan merusak papan bunga di Polres Lampung Timur. Saat itu istri Wilson meminta bantuan kepada Alvin Lim bantu konsultasi hukum. Bahkan istrinya meminta sumbangan kepada teman-teman PPWI-nya, dan saya bantu berikan sumbangan Rp. 500 ribu. Jadi kolor istrinya Wilson itu dari sumbangan saya. Jangan lupa itu,” ungkapnya.
Dari peristiwa lalu tersebut, residivis Alvin Liem itu mengatakan bahwa ini ibarat air susu dibalas dengan air tuba. Wilson malah sekarang memfitnah Alvin Lim soal Natalia Rusli yang menurut residivis itu tidak bisa ditangkap Polres Jakarta Barat.
“Saya saat ini dipenjara lagi karena memalsukan KTP untuk mendapatkan klaim asuransi para klien saya. Tapi tidak pernah sekalipun melakukan pers rilis atau memberikan pernyataan pers. Jika benar hal tersebut, kenapa Wilson tidak laporkan saya ke pihak kepolisian saja? Malah koar-koar di media?” ungkap residivis yang pertama kali masuk penjara akibat perusakan dan penculikan anak.
Walau tanpa melihat faktanya, Alvin Liem meyakini bahwa pelapor Natalia Rusli ke Polres Jakarta Barat, bernama Verawati, datang ke Polres Jakarta Barat untuk meminta agar polisi menangkap Natalia saat di rumah duka Grand Heaven. “Saya tegaskan bahwa pelapor Verawati sendiri hadir dan menghubungi Tim Polres Jakarta Barat untuk menangkap buronan, hasilnya nihil. Natalia Rusli bersembunyi di dalam ruangan rumah duka ada kamar didalamnya ditutup tirai. Logika saja 5 anak Natalia Rusli masih kecil tidak mungkin bisa urus pemakaman dan uangnya bayar dari mana, anaknya masih belum pada kerja. Natalia Rusli tentunya hadir dan mengurus namun tidak berani bertemu tamu karena tahu sudah diintai,” kata residivis Alvin Liem lagi.
Untuk itu, residivis ini meminta Polisi membuka CCTV di rumah duka Grand Heaven untuk memastikan bahwa Natalia Rusli ada di sana saat jenazah ibunya disemayamkan di situ. “Buka cctv saja, daripada dengar celoteh Wilson. Sudah tugas Polres Jakarta Barat menangkap korban kriminalisasi yang sudah 4 bulan lebih buron. Namun, hingga hari ini Natalia Rusli belum ditangkap, tentunya pelapor mempertanyakan keprofesionalan Polres Jakarta Barat, buktinya Ajudan Pribadi (selegram Akbar – red) yang mangkir dan kabur dengan cepat mampu ditangkap, kenapa sulit dengan tersangka Natalia Rusli?” ujar residivis Alvin Liem mempertanyakan.
“LQ Indonesia Lawfirm menantang Wilson Lalengke untuk segera melaporkan polisi jika benar berita tersebut hoax, tidak perlu beradu pendapat. Apalagi kami sudah tahu Wilson Lalengke bukan orang yang berterima kasih dibantu LQ malah menusuk dari belakang karena organisasinya diberikan kontribusi oleh Raja Sapta Oktohari, Maling Investasi Bodong,” tambah residivis Alvin Liem yang menyebarkan pernyataan persnya menggunakan nama fiktif Advokat Bambang Hartono.
LQ Indonesia Lawfirm menghimbau agar kepolisian fokus dalam menangkap Natalia Rusli karena reputasi Kapolda Metro Jaya, Fadil Imran tergantung dari kinerja pemberantasan kejahatan. “Selain gagal menangkap korban kriminalisasi Natalia Rusli, Polda Metro Jaya hingga hari ini masih gagal memberi kepastian hukum dalam kasus investasi bodong PT Mahkota dan OSO Sekuritas dengan terlapor Raja Sapta Oktohari, senilai 7.5 Triliun. Belum kasus Minnapadi, Narada, Pracico dan UOB Kay Hian masih mandek di Polda. Bekerjalah profesional karena tugas polisi melayani masyarakat,” pungkas residivis yang mengaku sebagai orang hukum tapi justru melakukan penlanggaran hukum itu. (MASONO/Dw)