Jakarta, Jurnalsiber.com – Kejaksaan Agung Indonesia telah mengambil langkah tegas dalam mengusut kasus dugaan korupsi yang terkait dengan tata niaga komoditas timah. Sebagai bukti perkuat penyelidikan kasus ini, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) telah melakukan audit yang mendasari upaya penyelidikan yang sedang berlangsung. Selasa (24/10/2023).
Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung, Febrie Ardiansyah, mengungkapkan bahwa pihaknya sedang memusatkan perhatian pada aktivitas ekspor hasil pertambangan timah yang memiliki masalah terkait izin. Ini mencakup pemantauan terhadap volume ekspor dan pelaku ekspor. Dalam upaya ini, tim penyidik bekerja keras untuk mengumpulkan bukti dalam bentuk dokumen-dokumen.
“Tim kami terus mencari dokumen-dokumen sebagai bukti, serta melacak tujuan ekspor, volume ekspor, dan siapa yang terlibat dalam proses ekspor tersebut,” kata Febrie Ardiansyah, Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung, pada Selasa (24/10/2023).
Lebih lanjut, kasus korupsi ini terutama berfokus pada Pulau Bangka, yang sebelumnya telah menjadi subjek audit oleh BPKP. “BPKP sebelumnya telah melakukan audit, dan banyak kepentingan yang terlibat dalam perbaikan tata kelola timah. Oleh karena itu, jaksa memasuki tahap penyelidikan untuk mengidentifikasi berapa banyak IUP (Izin Usaha Pertambangan) yang dapat diberikan kepada PT Timah dan seberapa besar manfaatnya bagi negara,” tambahnya.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung Republik Indonesia telah mengungkapkan modus korupsi terkait timah di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung yang merugikan negara. Modus korupsi ini terutama berkaitan dengan dua kluster, yaitu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan pemerintah daerah.
Dalam sebuah webinar nasional dengan tema “Di Balik Jor-joran RKAB Timah dan Terungkapnya Korupsi SDA” yang diselenggarakan di Pangkalpinang pada Senin (23/10), Dr. Undang Mugopal SH, M.Hum, Direktur Upaya Hukum Luar Biasa Eksekusi dan Eksaminasi Jampidsus Kejaksaan Agung, menjelaskan bahwa saat ini ada dua modus korupsi yang tengah diselidiki oleh Kejaksaan Agung.
Undang menjelaskan bahwa korupsi dalam bidang pertambangan memiliki beberapa modus, seperti pertambangan tanpa izin, pelaporan data palsu, operasi produksi di tahap eksplorasi, pemanfaatan ilegal hutan untuk pertambangan, tidak melakukan renegosiasi untuk meningkatkan nilai tambah melalui pengolahan dan pemurnian hasil tambang, dan banyak modus lainnya. Salah satu modus yang mencuat adalah Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB), yang seolah-olah telah mengikuti prosedur yang berlaku, tetapi penyidik menemukan modus korupsi dalam pengelolaannya.
Kasus korupsi pertambangan dapat melibatkan pihak mana pun yang terkait, baik itu BUMN, pemerintah provinsi, pusat, atau pihak lainnya yang memiliki bukti nyata atas kerugian negara akibat tindak korupsi. Kejaksaan Agung mengharapkan masyarakat yang memiliki informasi terkait kasus korupsi ini untuk melaporkannya kepada pihak berwenang.
Sementara itu, Direktur Babel Resources Institute (BRiNTS), Teddy Mabinanda, menggarisbawahi bahwa masalah pertambangan timah di Bangka memerlukan perhatian serius dari penegak hukum. Praktik pertambangan timah ilegal telah membuat semua orang dapat dengan leluasa mengambil timah tanpa pertanggungjawaban yang jelas. Diperkirakan kerugian negara mencapai Rp2,5 triliun akibat pertambangan tanpa izin di wilayah yang dikelola oleh PT Timah Tbk (TINS) pada tahun 2022.
Teddy Mabinanda mengapresiasi tindakan tegas yang dilakukan oleh Kejaksaan Agung dalam penyelidikan dan penindakan kasus korupsi pertambangan timah. Selain itu, ia mendesak Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk melakukan evaluasi dan peninjauan ulang terhadap RKAB perusahaan pertambangan timah di Indonesia. BRiNTS telah meragukan integritas data yang digunakan dalam penyusunan RKAB oleh perusahaan timah.
BRiNTS juga mencurigai bahwa ekspor timah yang berasal dari perusahaan pemurnian timah dengan IUP yang memiliki luas lahan kurang dari 10 ribu hektar, bahkan di bawah 1.000 hektar, telah berjalan dengan kuota ekspor yang sangat ketat. Kuota ekspor ini berkaitan erat dengan persetujuan RKAB yang diberikan oleh pemerintah melalui Direktorat Jenderal Mineral Batubara, Kementerian ESDM.
Praktik pertambangan ilegal yang melibatkan penambang swasta yang memperoleh bijih timah dari tambang rakyat ilegal dan kemudian diekspor oleh perusahaan timah merupakan masalah serius di Bangka Belitung. Pengelolaan pertambangan yang adil dan berdasarkan hukum menjadi perhatian utama dalam menghadapi tantangan ini.
(Sumber : Bangka Pos, Editor : Dwi Frasetio KBO Babel)