BangkaBelitung, Jurnalsiber.com – Maraknya operasi razia tambang timah di Kabupaten Belitung dan Belitung Timur telah menimbulkan keprihatinan mendalam di kalangan warga dan tokoh-tokoh masyarakat, termasuk Wakil Ketua DPRD Kepulauan Bangka Belitung, Beliadi.
Sebagai anggota Dewan dari Dapil Belitung Timur, Beliadi menerima banyak keluhan dari warga yang sebagian besar mencari nafkah dari aktivitas penambangan timah di darat. Selama dua bulan terakhir, ia menerima telepon dan kunjungan warga yang mengeluh tentang kesulitan mereka dalam mencari timah akibat seringnya razia tambang timah.
“Dua bulan terakhir saya banyak ditelpon dan didatangi warga terkait banyaknya isu razia tambang. Masyarakat mengeluh susah cari timah, karena banyak razia tambang timah di darat,” ujar Wakil Ketua DPRD Kepulauan Bangka Belitung pada Selasa (19/9/2023).
Beliadi berpendapat bahwa kondisi ini terjadi karena kegagalan pemerintah dalam mengimplementasikan transformasi ekonomi yang lebih baik, terutama bagi masyarakat Kepulauan Bangka Belitung yang sangat bergantung pada penambangan timah.
“Ia merasa kasihan terhadap masyarakat yang tidak memiliki sumber penghasilan lainnya dan bergantung sepenuhnya pada penambangan timah. Kebetulan, ia tinggal di sebuah kampung dan berinteraksi sehari-hari dengan masyarakat yang sebagian besar berprofesi sebagai penambang,” tambahnya.
Beliadi memohon kepada pihak kepolisian agar lebih memahami kondisi sosial dan ekonomi saat ini. Ia juga mencatat bahwa pemerintah belum mengambil langkah konkret untuk menyediakan alternatif pekerjaan yang layak bagi masyarakat yang terdampak oleh razia tambang.
“Sekarang ada ribuan anak sekolah yang orangtuanya mencari nafkah dari penambangan timah. Jika mereka dihentikan dari penambangan, sumber ekonominya terhenti, dan sekolah mereka terancam. Mereka mungkin terpaksa putus sekolah,” jelas Beliadi.
Ia juga mengingatkan bahwa biaya pendidikan, mulai dari SD hingga kuliah, memerlukan pembiayaan yang signifikan. Akibatnya, jika kepala keluarga tidak dapat bekerja atau mencari nafkah, balita dan ibu menyusui bisa mengalami kekurangan gizi.
Beliadi menegaskan bahwa masalah ini bukan hanya tentang legalitas atau ilegalitas tambang, melainkan tentang kelangsungan hidup masyarakat. Ia mengutip ucapan Mahfud MD yang menyatakan bahwa hukum tertinggi adalah melindungi keberlangsungan hidup manusia, bahkan jika itu berarti melanggar konstitusi.
Dalam pandangannya, keberadaan tambang timah saat ini memberikan manfaat yang signifikan bagi sebagian besar masyarakat. Ia berpendapat bahwa jika pemerintah gagal membuka sumber ekonomi yang baru, maka masyarakatlah yang harus menanggung konsekuensinya. Oleh karena itu, ia mendesak penegak hukum untuk mengambil pendekatan yang lebih humanis terhadap isu tambang rakyat.
“Saya mohon kepada sahabat, saudara-saudara saya di aparat penegak hukum, untuk menghadapi masalah tambang rakyat ini dengan pengecualian, toleransi, dan pendekatan pembinaan. Hal ini akan memungkinkan masyarakat penambang untuk tetap bekerja dan mencari nafkah bagi keluarga mereka. Sementara itu, pihak eksekutif perlu terus berupaya menyelesaikan usulan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) yang saat ini sedang dalam proses,” harap Beliadi.
Situasi ini mencerminkan tantangan kompleks yang dihadapi oleh masyarakat dan pemerintah dalam upaya menjaga kesejahteraan dan kelangsungan hidup warganya, sambil tetap memperhatikan isu-isu lingkungan dan hukum yang ada. (KBO Babel, Editor ; Siji Babel)