Hanya Vibrasi Spiritual Yang Mampu Mengetuk Pintu Langit

by -57 views

Jurnalsiber JS – Pengembaraan spiritual seorang sufi dari terminal yang satu menuju terminal yang lain bisa ditandai oleh tingkat kesabaran yang luar biasa, sehingga nyaris tidak dapat dipercaya oleh masyarakat umum. Kecuali itu sikap ugaharinya semakin melandai seakan sedang melewati ngarai yang mengasyikkan.

Dalam melakukan puasa pun seperti sedang melakukan rekreasi, sehingga semua mampu disikapi dengan kesejukan seakan sedang berada di tepian danau yang jernih meniupkan angin yang sejuk.

Karena itu senyum yang selalu menyungging layak sedang mensyukuri AC alam milik Tuhan yang sejuk penuh rahmat. Begitulah ikhwal puasa yang dia nikmati dalam kesadaran untuk lebih menghormati mereka yang tidak berpuasa.

Karena sekarang, puasa bagi dirinya kini merupakan kenikmatan pribadi yang tidak layak mengusik suka cita orang lain. Begitulah pengembaraan spiritualnya yang terus melaju ke terminal berikut dengan penuh keriangan dan kegembiraan hati sambil terus menggumamkan tembang langit yang mengetuk bumi.

Pada terminal berikutnya dia semakin percaya akan bersua malaikat yang menyapa penuh ramah, tak seperti negeri yang baru dia tinggalkan dalam suasana gaduh.

Dari kejauhan pun dia masih tetap mendengar negeri yang rusuh itu. Semua orang lantas sibuk mencari posisi terbaik sambil berupaya menyelamatkan diri. Tak sedikit pula justru yang mengambil kesempatan dalam kekacauan itu.

Sejenak ia tercenung berniat kembali, untuk sekedar ikut membenahi sisa-sisa kerusuhan yang mungkin masih bisa bermanfaat untuk orang lain. Sebab untuk bagi dirinya sendiri tiada lagi yang berarti, kecuali terus berjalan sebelum singgah di pemakaman yang sunyi.

Sungguh tak lagi ada kebisingan baginya, kendati sekarang dia tengah melintas di pasar tradisional yang cukup bersih dan teratur rapi dalam kesibukan transaksi yang begitu cepat dan tertib. Seakan ada keyakinan pada malaikat yang tak pernah luput melakukan pengawasan lebih pasti dibanding CCTV yang tak pernah mati.

Pada terminal terakhir sang sufi yang penuh optimistik ini merasa perlu untuk malukan sholat. Diantara orang lain yang, ada sempat mencoba untuk menerka sholat apa gerangan yang tengah dia lakukan. Sebab waktu sholat sungguh sedang berada diantara dua waktu sholat wajib yang telah disepakati bersama Nabi saat melakukan isra’ dan mi’rad dari bumi ke langit dalam waktu yang tak mampu dicerna oleh akal maupun pikiran seorang Profesor sekalipun, kecuali hanya melalui keyakinan dalam dimensi spiritual semata.

Pada posisi di terminal terdekat jalan menuju rumah Tuhan inilah, dia semakin percaya bahwa sesungguhnya seperti itulah ketidakberdayaan akal (intelektual) manusia ketika disandingkan dengan tinggi, dalam dan luasnya dimensi spiritual serta vibrasi religiusitas yang mampu mengetuk langit. (Adm)

Bsnten, 15 Maret 2023

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

No More Posts Available.

No more pages to load.