Banda Aceh, Jurnalsiber.com – Dua jurnalis Aceh, Raja Umar dari Kompas TV dan Kompas.com serta Lala Nurmala dari Puja TV, diduga mengalami intimidasi oleh pengawal Ketua KPK Firli Bahuri saat meliput pertemuan Firli dengan Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) Aceh di Sekber wartawan Aceh. Insiden tersebut terjadi pada Kamis (9/11) malam, di mana Firli bersama JMSI ngopi dan makan durian di lokasi tersebut.
Raja Umar, setelah mendapatkan informasi kedatangan Firli, langsung menuju lokasi dengan sepeda motor. Saat berusaha mewawancarai Firli, Umar dihampiri oleh polisi pengawal Firli yang meminta penghapusan foto pertemuan tersebut. Umar menolak dan menyatakan siap menunggu Firli selesai makan durian. Pengawal Firli kemudian memaksa Umar untuk menghapus foto, bahkan sampai meminta penghapusan rekaman audio. Merasa diintimidasi, Umar mengirimkan rekaman audio ke group Kompas.com sebagai bukti.
Kejadian serupa juga dialami oleh wartawan Puja TV, Lala Nurmala, yang diminta untuk menghapus foto pertemuan Firli. Pengawal Firli bahkan memaksa Nurmala melihat gambar dalam galeri handphone hingga ke folder spam. Nurmala akhirnya mematuhi permintaan tersebut, namun menyayangkan pelanggaran privasi yang terjadi.
Direktur Puja TV, Jamaluddin, mengungkapkan keprihatinannya terhadap insiden ini dan menekankan perlunya penghormatan terhadap profesi dan tugas jurnalistik. Dia berharap organisasi kewartawanan dapat mengadvokasi masalah ini di lapangan.
Sekber wartawan Aceh, tempat Firli makan durian, adalah warung kopi yang menjadi tempat tongkrongan para wartawan di Aceh. Lokasinya dianggap sebagai area publik, terutama karena acara tersebut diadakan oleh JMSI. Kejadian ini menciptakan kontroversi terkait hak jurnalis untuk melaksanakan tugasnya tanpa intimidasi.
Kepolisian setempat belum memberikan tanggapan resmi terkait insiden ini. Masyarakat dan pihak terkait menantikan klarifikasi lebih lanjut, sementara diskusi seputar kebebasan pers dan hak jurnalis kembali mencuat. Intimidasi terhadap jurnalis merupakan isu serius yang harus diatasi untuk menjaga kebebasan pers dan hak masyarakat untuk mendapatkan informasi. Kasus ini menggugah pertanyaan tentang batasan kekuasaan dan perlindungan terhadap wartawan dalam menjalankan tugas mereka. (Sumber : Suara, Editor : Dwi Frasetio KBO Babel)