BANGKA TENGAH – Aktivitas tambang ilegal di kawasan Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) PT Timah di belakang Pasar Modern Koba, Kabupaten Bangka Tengah, kembali menjadi sorotan. Tepatnya di area kolong Merbuk, Kenari, dan Pungguk, puluhan ponton tambang ilegal terlihat beroperasi tanpa kendali dalam sepekan terakhir.
Pantauan pada Selasa siang (28/01/2025) menunjukkan bahwa para penambang ilegal ini beroperasi secara masif, memanfaatkan celah pengawasan yang lemah.
Padahal, sebelumnya, tim gabungan Polres Bangka Tengah bersama unsur terkait telah melakukan pembersihan terhadap aktivitas tambang ilegal di kawasan tersebut.
Namun, ketenangan hanya berlangsung sementara. Konflik kembali muncul di wilayah ini, bahkan diwarnai adu mulut antara penambang dan pembeli timah yang hanya bisa diredam oleh koordinator lapangan.
Salah satu penambang yang enggan disebutkan identitasnya mengaku memiliki “bekingan” dari oknum aparat, sehingga mereka berani menjarah timah secara ilegal di area WIUP PT Timah.
“Kami cuma mau kerja, Bang. Kami sudah koordinasi dengan aparat dan lainnya,” ujarnya santai.
Ia juga menyebutkan bahwa beberapa wilayah mulai kehabisan hasil tambang, sehingga para penambang mulai mengarah ke Pungguk yang diawasi kelompok tertentu. “Baginya 10:2, Bang. Dari 10 kilo timah, 2 kilo disetor,” tambahnya.
Bagi mereka, tambang ilegal adalah satu-satunya jalan untuk menyambung hidup. “Kami cuma mau kerja untuk persiapan puasa dan Lebaran,” tutupnya.
Bising dan Ketidakpedulian yang Mengkhawatirkan
Seorang warga setempat, Deswi, mengungkapkan bahwa suara mesin tambang dari kawasan Kenari hingga Merbuk terdengar hingga ke Simpangperlang. “Pagi hari pun bisingnya terdengar jelas sampai ke sini,” keluhnya.
Meski aktivitas tambang ilegal ini melanggar hukum, para pelaku tampak santai dan seolah tidak takut akan penindakan hukum.
“Seolah-olah mereka mendapat restu dari pihak berwenang karena hingga kini aparat penegak hukum (APH) tidak bereaksi,” ungkap Deswi.
Ia juga mempertanyakan klaim bahwa tambang ilegal berdampak positif bagi perekonomian masyarakat.
“Kalau dampak kesenjangan sosial, itu pasti. Tapi kalau ekonomi? Entah juga ya,” tambahnya dengan nada sinis.
Deswi meminta aparat dan PT Timah agar tidak hanya diam. Menurutnya, klaim bahwa tambang ilegal dilakukan demi kepentingan masyarakat hanyalah alasan untuk membungkus keserakahan segelintir orang.
“Timahnya lari ke mana tidak jelas. Tidak ada dampaknya bagi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Bangka Tengah, hanya memperkaya segelintir orang,” tegasnya.
Potensi Bencana yang Mengintai
Deswi mengingatkan kembali kejadian banjir besar pada awal Februari 2016 yang merendam sebagian wilayah Kecamatan Koba akibat jebolnya tanggul kolong Jongkong 12 Nibung.
Banjir tersebut melumpuhkan perekonomian, merusak infrastruktur, bahkan sempat menenggelamkan sebagian gedung Pasar Modern Koba.
“Apakah itu murni bencana alam? Tentunya tidak. Itu karena kelalaian manusia yang serakah,” katanya. Ia menegaskan bahwa situasi di kolong Kenari dan sekitarnya saat ini berpotensi memicu bencana serupa.
“Retakan di sekitar area tambang sudah banyak. Tinggal menunggu waktu saja sebelum bencana terjadi. Apakah nanti ini juga akan disebut bencana alam, atau sudah saatnya bos-bos tambang ilegal itu ditangkap? Berani tidak APH?” tantangnya. (JS/*red)