JAKARTA Jurnalsiber.com – Sebuah bayangan kelam menyelimuti hubungan antara dua lembaga penegak hukum terkemuka di Indonesia, Polri dan Kejaksaan Agung, ketika kasus penguntitan terhadap Jampidsus Kejaksaan Agung, Febrie Adriansyah, oleh anggota Densus 88 terbongkar. Namun, apa yang seharusnya menjadi tindakan transparan dan akuntabel dari Polri, justru diselimuti oleh kabut misteri dan ketidakjelasan. Kamis (30/5/2024).
Kasus ini mencuat ke permukaan setelah Kejaksaan Agung secara terbuka mengungkap kejadian tersebut, namun Polri baru memberikan pengakuan setelah tekanan media.
Meskipun mengakui adanya anggota Densus 88 yang terlibat, Polri terkesan menutup-nutupi motif serta pihak yang bertanggung jawab atas penguntitan ini, menimbulkan banyak pertanyaan dan keraguan akan transparansi dan keadilan dalam penanganan kasus ini.
Kadiv Humas Polri, Irjen Sandi Nugroho, hanya memberikan informasi terbatas, menyatakan bahwa anggota Densus 88 yang dikabarkan berinisial IM telah dijemput oleh Paminal.
Namun, ketika ditanya tentang motif dan pihak yang memerintahkan penguntitan ini, Sandi menghindari memberikan jawaban yang jelas.
Tindakan ini meninggalkan banyak pertanyaan tanpa jawaban, dan menciptakan citra Polri yang tidak transparan dalam menangani kasus ini.
Sementara itu, Febrie Adriansyah, sebagai korban penguntitan, menegaskan bahwa masalah ini bukan hanya menjadi persoalan pribadi, melainkan juga persoalan institusi.
Namun, Polri terkesan tidak bersedia memberikan penjelasan lebih lanjut tentang motif dan pihak yang terlibat dalam kasus ini, menunjukkan kurangnya transparansi dan akuntabilitas dari lembaga tersebut.
Meskipun Polri mencoba meredakan kekhawatiran dengan menyatakan bahwa situasi anggota Densus pasca pemeriksaan dianggap baik-baik saja, tidak ada penjelasan yang memadai mengenai motif dan pihak yang terlibat dalam kasus ini.
Tanggapan yang kabur dan tidak jelas dari Polri menimbulkan keraguan akan kejujuran dan integritas lembaga tersebut.
Ketika ditanya mengenai hasil pemeriksaan anggota Densus yang berinisial Bripda IM, Febrie pun enggan memberikan penjelasan lebih lanjut.
Hal ini menunjukkan bahwa Polri masih belum memberikan penjelasan yang memadai mengenai motif dan pihak yang terlibat dalam kasus ini, meninggalkan banyak pertanyaan tanpa jawaban.
Ketut Sumedana dari Kejaksaan Agung juga memastikan bahwa anggota Densus 88 yang dikabarkan berinisial Bripda IM telah menguntit Febrie Adriansyah, menunjukkan adanya gangguan terhadap institusi penegak hukum.
Namun, Polri terkesan tidak bersedia memberikan penjelasan lebih lanjut mengenai kasus ini, meninggalkan banyak pertanyaan tanpa jawaban.
Kasus ini menyoroti perlunya transparansi dan akuntabilitas yang lebih tinggi dari Polri dalam menghadapi gangguan terhadap institusi penegak hukum.
Masyarakat berhak mendapatkan penjelasan yang jelas dan memadai mengenai motif dan pihak yang terlibat dalam kasus ini, serta tindakan yang akan diambil untuk menyelesaikan masalah ini dengan adil dan transparan. (KBO Babel)