Ahli Ekonomi Minta Eksistensi PT Timah Dikaji Ulang, Soroti Dampak Pertambangan di Desa Batu Beriga

by -9 views

Bangka Belitung, Jurnalsiber.com Pangkalpinang — Polemik rencana pertambangan timah di laut Desa Batu Beriga, Bangka Tengah, antara warga setempat dan PT Timah menarik perhatian ahli ekonomi Bangka Belitung, Dr. Marshal Imar Pratama. Menurut Dr. Marshal, sebelum PT Timah melanjutkan aktivitas pertambangannya, keberadaan perusahaan tersebut di Babel perlu dikaji ulang. Dr. Marshal menekankan bahwa izin operasional PT Timah sebaiknya dipertimbangkan kembali dengan syarat adanya kontribusi signifikan berupa royalti 10% untuk Bangka Belitung. Jumat (1/11/2024)

Dr. Marshal menyampaikan pandangan ini dalam sebuah rilis yang diterima media di Pangkalpinang pada Jumat malam. Ia menilai bahwa kegiatan pertambangan timah, jika tidak dikelola dengan bijaksana, justru dapat membawa lebih banyak kerugian jangka panjang bagi masyarakat dan lingkungan Bangka Belitung.

Karena itu, ia menyarankan agar aktivitas pertambangan di Babel ditutup secara permanen dari hulu hingga hilir demi keberlanjutan ekosistem dan kesejahteraan masyarakat untuk jangka waktu 300 tahun ke depan.

“Penutupan permanen adalah pilihan yang perlu dipertimbangkan agar generasi mendatang dapat tumbuh dengan sumber daya manusia (SDM) yang lebih berkualitas dan berintegritas. Setelah mereka siap, barulah potensi tambang ini bisa dikelola kembali, tentunya dengan tata kelola yang lebih baik dan harga jual timah yang lebih optimal untuk kebutuhan dalam negeri,” jelas Dr. Marshal.

Menurut Dr. Marshal, peran PT Timah sebagai perusahaan milik negara seharusnya dapat memberikan nilai tambah lebih bagi perekonomian Babel. Namun, ia menyoroti bahwa hingga kini, PT Timah hanya mampu menghasilkan balok timah mentah tanpa inovasi produk bernilai tinggi.

Kondisi ini menurutnya cukup memprihatinkan, karena dari sisi ekonomi, potensi timah seharusnya dapat dioptimalkan lebih baik.

“PT Timah memiliki SDM yang seharusnya mumpuni, namun kenyataannya hanya mampu memproduksi balok timah. Padahal, potensi pengolahan timah di Babel cukup besar. Kalau hanya memproduksi balok, masyarakat umum pun bisa melakukannya,” ujar Dr. Marshal, menekankan perlunya inovasi dalam pengelolaan timah.

Ia juga mengkritik PT Timah yang belum mampu mengendalikan harga pasar meskipun produksi timah sebagian besar berasal dari Bangka Belitung. Menurutnya, kontrol harga timah masih didominasi oleh pasar luar negeri, sehingga nilai ekonomis timah belum sepenuhnya menguntungkan masyarakat setempat.

Dalam pandangan Dr. Marshal, penghentian aktivitas tambang timah di Babel sebaiknya dilakukan jika memang hasil kajian menunjukkan bahwa dampak negatif lebih besar daripada keuntungan ekonomi yang didapat. Sebagai salah satu alternatif solusi, ia menyarankan pemerintah daerah untuk mengabulkan keinginan masyarakat Desa Batu Beriga, yang menolak tambang di laut mereka.

“Tentunya, keinginan warga desa ini perlu dihormati, terlebih lagi jika pemerintah pusat tidak dapat memenuhi tuntutan royalti 10% bagi Bangka Belitung. Jika royalti itu disepakati, mungkin manfaatnya akan lebih terasa bagi masyarakat,” lanjutnya.

Dr. Marshal menyarankan agar PT Timah dapat melanjutkan operasinya di Babel hanya jika syarat royalti 10% tersebut terpenuhi. Menurutnya, ketentuan ini menjadi hal penting untuk memastikan bahwa masyarakat setempat juga mendapat manfaat nyata dari eksploitasi sumber daya alam daerah.

 

Pandangan ini mencerminkan dorongan masyarakat Babel untuk memastikan bahwa kegiatan tambang di wilayah mereka tidak hanya memperhitungkan keuntungan ekonomi sesaat, tetapi juga mempertimbangkan keberlanjutan sumber daya dan kesejahteraan jangka panjang. Sehingga, kajian ulang atas eksistensi PT Timah di Babel diharapkan dapat menghadirkan solusi yang lebih adil bagi masyarakat dan lingkungan di Bangka Belitung. (*)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

No More Posts Available.

No more pages to load.