Atok Kulop Pulang Kampung (Hutan)

by -80 views

Oleh: Prof. Saparuddin

Kalimat yang menurut saya pantas disematkan kepada Saudara ku Ahmadi Sofyan yang mula (kapan?) mengidentikkan dirinya dengan istilah itu, trus disebut berulang-ulang oleh masyarakat Bangka Belitung, sehingga kemudian beliau diidentikkan dengan fasih sebagai ‘Atok Kulop’ masa kini.

Kisah Atok Kulop, siapa dia,? saya tidak faham. Tapi etimologi kata Atok menunjuk kepada arti Kakek, orang yang sudah punya cucu, sudah tua, atau mungkin bisa juga ‘dituakan’ seperti hari lebaran maulid kemaren, Ahmadi sudah ‘dituakan’, karena dikunjungi oleh banyak tokoh-tokoh masyarakat di Babel.

Kemudian, kata ‘kulop’ mungkin dalam bahasa Indonesia maksudnya kulup, secara umum diartikan kulit kemaluan anak-anak yang belum di sunat. Tapi, saya kira bukan itu makna katanya, kulop adalah adalah panggilan kepada anak laki-laki, terutama murid pertapaan.

Jadi, maksud istilah Atok Kulop bisa berarti “Seseorang anak yang sudah lama belajar makrifat ilmu agama dengan guru agama di kampung atau desa, tapi belum lulus-lulus (murid abadi)”, tapi bisa jadi juga berarti “anak laki-laki yang sudah terlalu besar (umurnya), tapi belum di sunat”. Ahmadi Sofyan, kira-kira setahun yang lalu, sambil bekisah bulek ukan (diskusi tanpa topik), mengutarakan niatnya untuk tinggal di kampung kelahirannya di Kemuja, membuat pondok, dan yang paling penting katanya; meyalurkan bakatnya sebagai penulis.

Ahmadi memang seorang penulis, ntah berapa banyak tulisannya yang sudah diterbitkan dalam bentuk buku atau sekedar nulis kolom di koran. ‘Sekedar’ memang kata yang cocok buat dia, kalo nulis kolom di koran, sambil ngobrol, ketik kalimat demi kalimat di smartphone, kira-kira lima belas menit, selesai dan dikirim.

Idenya luas, banyak, mampu melihat sesuatu punya signifikansi untuk dibaca dari sudut kecil pikirannya, yang menghasilkan tulisan yang menggelitik orang untuk membacanya.

Tapi, kadang tulisannya juga nyelekit (menyakitkan hati) bagi orang yang baper dan mudah tersinggung, terutama pejabat publik. Ahmadi Sofyan, lulusan anak pesantren di Jawa, kuliahan, kemudian menekuni aktifitas yang beragam, lumayan unik. Tapi menurut saya, Sofyan seorang penulis. Dia profesional untuk aktifitas yang satu ini.

Saya kira, ketika dia mengambil keputusan untuk tinggal di kampung, ada hubungannya dengan aktifitasnya sebagai seorang penulis. Dari sudut kampung Kemuja (hanya 10 km dari Pangkalpinang) Ahmadi memulai kehidupan barunya, dia hijrah, menuju sesuatu wujud yang baru. Mudah-mudahan tulisannya semakin memberi pencerahan kepada masyarakat Indonesia dan bukan tidak mungkin dunia (suatu saat). Ikhtiar dan istiqomah, insyaAllah. (Red/Dwi Frasetio KBO Babel)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

No More Posts Available.

No more pages to load.