Bangka Belitung, Jurnalisiber.com
Program Blue Economy yang diusung oleh Erzaldi Rosman Djohan tidak bisa dinilai hanya dari dampak instan dalam kurun waktu singkat. Dalam artikel https://suluhnusantara.news/blue-economy-ala-erzaldi-jorgi-tidak-bisa-di-pegang-omongannya-lain-di-kata-lain-di-buat/, Jorgi, seorang mahasiswa semester 11, menyampaikan pandangannya bahwa Blue Economy seolah-olah hanya menguntungkan pihak tertentu dan bukan masyarakat kecil. Ini adalah kesimpulan yang prematur dan menunjukkan kurangnya pemahaman tentang dinamika kebijakan publik yang bersifat jangka panjang.
Blue Economy adalah konsep yang menekankan pemanfaatan sumber daya laut secara berkelanjutan dengan tetap menjaga keseimbangan ekosistem laut. Di Bangka Belitung, konsep ini diterapkan tidak hanya untuk melindungi lingkungan, tetapi juga sebagai upaya mendiversifikasi ekonomi, menciptakan lapangan pekerjaan, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir. Penting untuk diingat bahwa mengubah sistem yang sudah berakar, seperti penambangan laut, memerlukan waktu. Dampak positifnya mungkin tidak terlihat dalam hitungan bulan atau tahun pertama, tetapi merupakan upaya bertahap menuju keseimbangan ekonomi dan ekologi.
Erzaldi sebagai pemimpin visioner memahami bahwa tantangan besar seperti pemulihan terumbu karang dan konflik antara nelayan dan penambang tidak bisa diselesaikan dengan satu kebijakan instan. Pemerintahannya bekerja keras dalam merumuskan solusi yang mempertimbangkan berbagai aspek, mulai dari ekonomi, ekologi, hingga sosial. Pengembangan pariwisata berbasis lingkungan, salah satunya wisata bahari, adalah langkah konkret untuk mendukung Blue Economy. Ini merupakan langkah strategis untuk meningkatkan pendapatan masyarakat tanpa merusak ekosistem laut yang menjadi sumber kehidupan nelayan.
Kritik yang disampaikan Jorgi tentang masih maraknya konflik antara pemerintah dan masyarakat pesisir terkait pemanfaatan laut adalah valid, namun perlu dilihat dari perspektif lebih luas. Kebijakan-kebijakan seperti Blue Economy membutuhkan waktu untuk diimplementasikan secara efektif, terutama dalam konteks yang kompleks seperti di Bangka Belitung, di mana penambangan laut dan industri ekstraktif lainnya telah lama beroperasi. Menyelesaikan konflik ini memerlukan partisipasi semua pihak, baik pemerintah, masyarakat, dan pelaku industri. Menyalahkan pemerintah sepenuhnya adalah bentuk simplifikasi yang berlebihan terhadap masalah yang sangat kompleks.
Dalam hal ini, peran pemerintah tidak hanya sebagai regulator, tetapi juga sebagai fasilitator dialog antara berbagai kepentingan. Misalnya, langkah-langkah seperti mengadakan forum-forum diskusi yang melibatkan nelayan, penambang, dan masyarakat lokal telah dilakukan sebagai bagian dari mitigasi konflik. Ini adalah bagian dari proses transisi yang membutuhkan waktu dan kesabaran.
Program-program seperti rehabilitasi terumbu karang dan pengembangan wisata bahari berbasis lingkungan juga sedang berjalan, meskipun hasil akhirnya mungkin belum sepenuhnya dirasakan saat ini. Mengatakan bahwa program ini gagal atau hanya menguntungkan perusahaan besar adalah bentuk pesimisme yang kurang berdasar. Padahal, justru di sinilah Blue Economy memainkan perannyaā€”menciptakan keseimbangan antara kebutuhan masyarakat kecil dan pelaku usaha besar dalam upaya memperbaiki kerusakan ekosistem sekaligus memajukan ekonomi daerah.
Sikap pesimistis seperti yang ditunjukkan oleh Jorgi justru berpotensi menghambat proses perubahan. Kita harus ingat bahwa keberhasilan kebijakan seperti Blue Economy membutuhkan dukungan dari berbagai pihak, termasuk masyarakat dan generasi muda seperti Jorgi. Kritik yang konstruktif tentu diperlukan, tetapi harus disertai dengan pemahaman yang lebih mendalam tentang konteks kebijakan dan jangka waktu yang diperlukan untuk melihat hasil nyata.
Masyarakat pesisir adalah bagian penting dari penerima manfaat program ini. Dengan fokus pada keberlanjutan, program ini menjamin bahwa sumber daya laut tidak hanya bisa dimanfaatkan oleh generasi saat ini, tetapi juga oleh generasi mendatang. Seorang pemimpin visioner seperti Erzaldi berpikir untuk masa depan, bukan hanya untuk hari ini. Hal ini terlihat jelas dalam penerapan kebijakan yang mengutamakan keseimbangan antara kebutuhan ekonomi dan pelestarian lingkungan. (Red).
———————————————————————————————————————
Penulis : Muhamad Bonedi, Kaperwil MediaPolisi jejaring Media KBO Babel
Saran dan Masukan terkait dengan tulisan ini silahkan disampaikan ke nomor redaksi 0812-7814-265 atau 0821-1227-4004